Minggu, 11 Desember 2016

Harian Joglosemar 2 Oktober 2014 Rubrik : Opini Judul : PR Petani Buat Presiden Terpilih

PR Petani Buat Presiden Terpilih
Oleh : Ir. H.M. Sholeh, MM.
Pembina Kontak Tani Andalan (KTNA) Jawa Tengah, Tinggal di Sragen 

Jokowi-JK sudah ditetapkan sebagai Presiden dan Wapres terpilih. Kini hiruk pikuk beralih ke siapa menterinya? Termasuk menteri pertanian. Berdasarkan data nasional dari sekitar 110 juta angkatan kerja di Indonesia, sekitar 40 juta masih menggantungkan pada sektor pertanian artinya 37 persen keluarga masih menggantungkan dari hasil bekerja dari sektor pertanian.  Dengan asumsi satu KK petani memiliki lima anggota keluarga dan jika rata-rata satu KK petani memiliki 2-3 orang yang mempunyai hak pilih, maka keluarga petani  secara nasional yang tutut menentukan pilihan di Pemilu presiden yang lalu, tak kurang dari 100 juta pemilih.
Bandingkan dengan jumlah pemilih di Pemilu 2014 yang 185 juta, maka suara masyarakat pemilih petani menjadi sexy.  Apalagi dengan jumlah suara Golput yang masih cukup tinggi dari hasil pileg yang lalu.  Sebagai mayoritas dari penduduk di negeri ini yang masih menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian, maka sudah sewajarnyalah pertanian akan menjadi salah satu fokus pembangunan dalam program riil bagi Presiden-Wapres terpilih.
Ekonomi Kerakyatan
Presiden terpilih Jokowi dalam programnya telah mengusung ekonomi kerakyatan fokus ekonomi kerakyatan bagi kaum tani adalah ekonomi kerakyatan yang berorientasi pada sektor pertanian yang berdaya saing dan kompetitif dalam perspektif ekonomi global.  Indonesia dengan mempunyai daya saing kompetitif, komparatif dan strategis sebagai negara agraris.  Dengan jumlah lahan pertanian sawah lebih dari 11 juta hektare dan posisi sektor perkebunan sawit terbesar di dunia, potensi kelautan yang melimpah dan  dianugerahi agroklimat yang bersahabat. Pekerjaan Rumah (PR) bagi presiden terpilih pilihan petani adalah mengubah atau membuktikan potensi sektor pertanian menjadi bukti nyata yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Mendengar berita bahwa produktivitas pertanian di Indonesia khususnya padi saat ini sudah dilampaui oleh petani Vietnam, galau hati petani di Indonesia.  Padahal mereka para petani Vietnam 30 tahun yang lalu baru belajar pertanian di Indonesia setelah perang berkepanjangan.  Harusnya kebijakan pertanian baik ke arah intensifikasi, ekstensifikasi maupun diversifikasi pertanian menjadi titik pokok pembangunan pertanian.
Pro Petani
Petani berpikir praktis dan realistis bahwa seluruh kebijakan yang bersifat action lebih disenangi, misalnya kebijakan subsidi Sarana Produksi Pertanian (Saprotan)khususnya pupuk yang “menyasar,” perbaikan infrastruktur pendukung sektor pertanian. Satu hal yang selama ini belum disentuh secara maksimal adalan kebijakan off farm yang menjamin hasil pertanian memberikan manfaat yang besar bagi petani dan bukan berpihak pada pedagang semata.  Subsidi di sektor pertanian dinegara maju pun layak diberikan. Itu adalah langkah proteksi petani di negara masing-masing.  Suksesnya Tiongkok, Thailand, Amerika, bahkan Israel-pun tak lepas dari langkah protektif negaranya.
Janji selama kampanye seperti pembangunan 70 bendungan di seluruh Indonesia untuk mendukung irigasi yang menjadi kebutuhan sawah-sawah baru maupun pencetakan sawah baru menjadi angin segar bagi pemenuhan kebutuhan air untuk menunjang produktivitas pertanian khususnya komoditas padi.  Ditambah lagi dengan faktor perubahan iklim yang ekstrem dan berkurangnya keseimbangan neraca air bagi pertanian dan kehidupan masyarakat dibutuhkan kearifan tindakan dalam pengaturan tata kelola air yang berwawasan lingkungan, berkelanjutan dan lestari. Ini adalah konsep agroekosistem lingkungan pertanian berkelanjutan yang dibutuhkan saat ini agar laju perkembangan penduduk yang mencapai 3,1 persen per tahun.
Hal itu dapat diimbangi dengan peningkatan produktivitas yang didukung oleh sarana produksi pertanian yang memenuhi 5 tepat, yaitu tepat waktu, tepat jumlah, tepat dosis, tepat harga dan tepat cara.  Demikian juga dengan dukungan mekanisasi pertanian yang dalam dua dekade ini telah menjadi sarana yang vital bagi proses pengolahan lahan pertanian.  Mau tidak mau harus diakui bahwa dengan mekanisasi baik traktor, alat pemanen, alat perontok maupun alat dan mesin pertanian lainnya saat ini sudah menjadi kebutuhan.
Dukungan pemerintah untuk penciptaan alat dan mesin pertanian yang terjangkau dan berkualitas akan menjadi faktor pendukung pengolahan lahan dan penciptaan sawah baru.  Yang tak kalah penting adalah dengan  inovasi-inovasi benih unggul berkualitas dan tahan hama serta produktivitas yang tinggi.
PR lain bagi presiden terpilih  pilihan petani adalah harapan akan fokus unggulan berdasarkan competitive advantage yang berbeda-beda di setiap wilayah Indonesia akan menjadi faktor pendukung bagi suksesnya pembangunan pertanian yang berwawasan fokus unggulan.  Kini, bukan zamannya lagi program pertanian berdasarkan top-down program tetapi buttom-up program juga harus diperhatikan.
Kini bukan zaman lagi era beras impor, kedelai impor, buah impor bahkan garam-pun impor.  Presiden pilihan petani harus bisa menyelesaikan masalah tersebut.  Apalagi kabar yang terdengar akan dibuat Kementerian Kedaulatan Pangan! Ini adalah terobosan yang harus didukung petani jika mampu mewujudkan kedaulatan pangan.  Kedaulatan pangan bukan hanyalah sebagai slogan semata tapi benar-benar seluruh rakyat harus mendapatkan akses pangan dengan kuantitas dan kualitas yang baik serta harga yang terjangkau. Sehingga, tak akan lagi terdengan rakyat yang kelaparan, gizi buruk ataupun tingkat kesehatan yang memprihatinkan akibat kemiskinan.
Jika tidak salah urus, maka sektor pertanian akan menjadi tulang punggung perekonomian bangsa karena pertanian inilah yang menguasai hajat hidup perekonomian rakyat.  Kedaulatan pangan bisa terwujud apabila rakyat dapat terpenuhi hak pangannya secara berdaulat pula baik dalam kuantitas, kualitas, kontinyuitas maupun keterjangkauannya.
Jika di negara-negara maju produktivitas padi bisa mencapai 15-18 ton per hektare maka dengan potensi sumber daya alam, manusia dan teknologi seharusnya Indonesia paling tidak bisa mencapai  10-12 ton per hektare sesuai dengan batas potensi genetik tanamannya. Sebagai informasi, saat ini produktivitas padi sawah RI baru berkisar 5-6 ton per hektare.
Nah, disinilah pentingnya ilmu dan teknologi budidaya pertanian bagi pendukung kedaulatan pangan.  Rekayasa genetika khususnya tanaman bukanlah hal yang yang tabu bagi dunia pertanian.  Sejarah membuktikan kemajuan pertanian di Thailand, Vietnam, Malaysia dan negara lain ditopang oleh fokus pengembangan teknologi pertanian yang maju.
Indonesia bisa menjadi negara besar dalam sektor pertanian.  Negara lain perlu produk-produk pertanian yang hanya ada di Indonesia, tetapi Indonesia bisa mandiri dari produk pertaniannya.  My country is everything but your country is nothing jika kita ingin memberikan semangat tinggi bagi pertanian di Indonesia.  Yang jelas, harapan petani adalah Indonesia yang berorientasi Kerakyatan, Kebangsaan dan Kemandirian ! Jadi,kita tunggu kiprah Presiden terpilih untuk menyelesaikan PR Petani.

https://joglosemar.co/2014/10/opini-pr-petani-buat-presiden-terpilih.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar