Rabu, 20 Maret 2024

Refleksi Hari Air Sedunia ke-32 Tahun 2024 (World Water Day) - Water for Peace

 Refleksi Hari Air Sedunia (World Water Day) ke-32 Tahun 2024

 

Water for Peace

 


Oleh : Dr. Ir. H.M. Sholeh, MM.

msholeh10@gmail.com

Pemerhati Lingkungan

 

Masalah air menjadi semakin pelik seiring dengan perubahan iklim, perubahan lingkungan, perubahan teknologi, bahkan perubahan geopolitik global. Tak hanya munculnya fenomena El Nino yang kering dan fenomena La Nina yang berlimpah air, semuanya menjadi masalah yang melengkapi urgensinya air bagi hidup dan kehidupan di belahan bumi manapun. Tak sedikit perubahan iklim dan ketidakseimbangan air di suatu tempat akan menyebabkan bencana seperti banjir, tanah longsor, erosi atau bencana lainnya. Air sedikit menjadi masalah, tapi air melimpahpun juga menjadi masalah.  Disinilah diperlukan kearifan manusia dalam menjaga konservasi lingkungan baik tanah, air, udara maupun lingkungan alam semesta.

Menyambut hari air sedunia (world water day) ke-32 yang jatuh pada tanggal 22 Maret 2024 mengambil tema international “Leveraging Water for Peace” atau “Memanfaatkan Air untuk Perdamaian”, mungkinkah? Seperti diketahui bahwa air bersifat universal, dibutuhkan oleh semua makhluk hidup di alam ini untuk proses hidup dan keseimbangan alam serta lingkungannya. Sangat penting menjaga konservasi air, tanah dan lingkungannya.  Saat ini disinyalir masalah air telah menjadi masalah global, diantaranya lebih dari 2.2 miliar orang tidak memiliki air bersih yang telah menjadi krisis global yang perlu ditangani secara konkrit. Belum lagi masalah geopolitik global seperti perang di Palestina misalnya, pemenuhan kebutuhan air untuk kemanusiaan telah menjadi masalah urgent ditengah kerusakan fasilitas-fasilitas akses air minum dan air bersih.

Sementara itu amanah dari tujuan pembangunan berkelanjutan dalam SDG’s (Sustainable Development Goals) point ke 6 adalah penyediaan air bersih dan sanitasi belum sepenuhnya bisa dipenuhi oleh negara di seluruh dunia.  Hal ini diperparah dengan fenomena efek rumah kaca dan pemanasan global yang mengakibatkan pencairan salju di kutub juga menyebabkan masalah penyediaan air semakin bermasalah.  Oleh karena itu diperlukan kesadaran manusia sebagai makhluk dengan kasta tertinggi di alam ini dalam menjaga konservasi air, tanah dan lingkungannya.

 

World Water Forum

Seiring dengan pentingnya pembahasan isu air dunia, Indonesia akan menjadi tuan rumah World Water Forum (WWF) ke-10 yang akan diadakan oleh World Water Council pada bulan Mei 2024 di Bali.  Dirilis dari situs kementerian PUPR disampaikan bahwa Forum Air Sedunia mempertemukan peserta dari semua tingkatan dan bidang, antara lain pemerintah, lembaga multilateral, akademisi, masyarakat sipil, dan sektor swasta. Selama bertahun-tahun peserta forum telah meningkat dari ratusan sampai puluhan ribu yang berasal dari masyarakat internasional maupun dari negara tuan rumah. Selama satu minggu pada bulan Mei 2024, para kepala negara, ketua organisasi internasional, pejabat tinggi pemerintah, pakar, cendekiawan, pengusaha, dan ahli ekonomi dari seluruh dunia akan saling bertukar pengetahuan dan pengalaman serta praktik-praktik terkait dengan berbagai topik seputar isu air.         

Adapun tema WWF 2024 adalah “Air untuk Kesejahteraan Bersama” (Water for Shared Prosperity). Air memiliki posisi yang tinggi dan bernilai dalam peradaban manusia berkat manfaatnya yang sangat esensial dalam kehidupan. Dari konsumsi sehari-hari hingga pemurnian, konservasi, budidaya dan sebagainya. Air bahkan dipandang oleh sebagian masyarakat sebagai kehidupan itu sendiri dan sebagai sumber keabadian. Saat ini, pengelolaan air menjadi isu utama dalam acara dan deklarasi internasional, termasuk Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs mencakup tujuan air khusus yang harus dicapai pada tahun 2030 untuk memastikan kehidupan yang berkelanjutan.

 

Isu BUMN Air Minum

            Sudah lama dikenal bahwa penyediaan air minum dilakukan oleh BUMD Air minum yang dulu disebut sebagai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang kini dikenal dengan Perumda dan Perseroda Air Minum. BUMD Air Minum ini dimiliki oleh pemerintah daerah baik Kabupaten/Kota atau Provinsi.   Namun seiring dengan perkembangan manajemen dan teknologi, sebagian kecil BUMD Air minum ini ada yang beralih menjadi Perseroda atau Perseroan Terbatas yang dimiliki sahamnya oleh pemerintah daerah atau pihak lain.  Perbedaannya kalau Perumda masih seluruh kepemilikan dikuasai oleh Pemda/Pemkot yang nota bene akan dikendalikan oleh penguasa/pejabat daerah dalam hal ini Bupati/Walikota/ Gubernur atau yang dikuasakan dalam jajaran Dewan Pengawas dan Direksi.  Sedangkan Perseroda memungkinkan kepemilikan saham dari unsur lain sehingga pengelolaannya dibawah jajaran Direksi dan Komisaris.

            Seiring dengan gencarnya target pemenuhan akses air minum untuk masyarakat sesuai SDGs tahun 2030, maka pemerintah juga tengah gencar meningkatkan akses pemenuhan air baku sebagai raw material utama bagi BUMD Air Minum di daerah-daerah melalui skema SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) Regional pola KPBU (Kerjasama Pemerintah Badan Usaha), hal ini tentunya dalam rangka akselerasi pemenuhan kebutuhan air bersih dan pencapaian target SDGs 2030.  Apakah pola ini menjadi dapat berjalan sesuai yang diharapkan ? Belum tentu ! Di beberapa daerah selain bermanfaat secara positif juga masih ada dampak negative seperti kemampuan antar BUMD Air Minum regional yang tidak sama, perbedaan tarif dan kemampuan beli masyarakat yang tidak sama serta beberapa permasalahan lain yang masih dalam koordinasi antara pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR dengan beberapa Pemda/Pemkot terkait.

            Ditengah kegalauan beberapa BUMD Air Minum khususnya yang “terkena” program SPAM Regional muncul isu nasionalisasi PDAM atau BUMD Air Minum.  Apakah ini menjadi solusi dari image fenomena “raja-raja kecil” BUMD Air Minum di daerah-daerah yang sudah lama dikenal sebagai “peliharaan” oknum-oknum pejabat.  Jika ditilik dari kepentingan nasional maka isu nasionalisasi BUMD Air Minum menjadi BUMN Air minum menjadi isu yang sangat seksi mengingat di dalam Pasal 33 UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.  Hal ini sangat memungkinkan jika BUMN Air Minum dapat dikelola secara profesional, bebas korupsi dan berorientasi pada pemenuhan hak asasi air minum bagi seluruh masyarakat. 

            Dengan pemenuhan air minum dan sanitasi bagi masyarakat secara nasional diharapkan juga menghindari konflik kepentingan seperti terkotak-kotaknya akses air baku di daerah-daerah, kepentingan regional maupun antar berbagai kepentingan lain seberti sumber daya pembangkit PLTA, kepentingan air bagi berbagai sektor seperti pertanian, perikanan, perindustrian, dan kepentingan lainnya.  Lebih lanjut secara global, akses air bersih dan air minum dapat dipenuhi sesuai amanah SDGs tahun 2030 tidak ada lagi masyarakat yang tidak ada akses air bersih dan air minum.  Demikian juga taka da penutupan akses pemenuhan kebutuhan air akibat masalah geopolitik seperti perang, komflik antar negara atau kerusakan lingkungan.  Selamat Hari Air Sedunia ke-32, dan Water for Peace dapat terlaksanasesuai tema dan menuju perdamaian dunia yang indah. Semoga ! (msholeh10@gmail.com)***

Jumat, 16 Oktober 2020

Refleksi Hari Pangan Sedunia ke-40/FAO ke-75

Refleksi Hari Pangan Sedunia ke-40 dan FAO ke-75 16 Oktober 2020

 

OPINI

 

Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi

 

Oleh : Dr (Cd.) Ir. H.M. Sholeh, MM.

 foto ms-ASLI

msholeh10@gmail.com 

Kandidat Doktor Ilmu Lingkungan UNS Surakarta

 

           Menjelang Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-40 dan FAO ke-75 pada tanggal 16 Oktober 2020 ini Indonesia dihadapkan pada masalah pelik pertanian yang semakin kompleks.  Bukan hanya Indonesia tetapi dunia menghadapi masalah yang sama, yakni pandemic covid-19 yang belum tahu kapan kan berakhir. Tema HPS kali ini secara global adalah Grow, Nourish, Sustain, Protection  Together. Our Action Our Future atau “Tumbuhkan, Pelihara, Lestarikan. Bersama, Aksi Kita, Masa Depan Kita.  Namun secara nasional belum terlihat secara nyata akibat dampak refocusing akibat pandemic covid-19.  Meskipun demikian Ketahanan Pangan di tengah pandemic covid-19 menjadi isu seksi untuk mendukung kebangkitan ekonomi akibat wabah yang berkepanjangan, apalagi wabah ini bersamaan dengan fenomena La Nina yang berlangsung menjelang akhir tahun 2020.

 

Pertanian Tumpuan di Tengah Pandemi

           Tak berlebihan jika Ketahanan Pangan menjadi isu sentral pembangunan pertanian akhir-akhir ini seolah melengkapi tekad swasembada pangan, kemandirian pangan atau kecukupan pangan.  Hal ini sangat penting mengingat laju pertumbuhan penduduk berkejaran dengan laju peningkatan produksi pertanian nasional.  Dalam satu dasawarsa terakhir laju pertumbuhan penduduk meningkat 3.1 %, sementara laju peningkatan produktivitas pertanian khususnya padi hanya meningkat 1.7 % atau hanya separuhnya.  Disinilah tantangan penyediaan pangan secara nasional maupun global menjadi suatu hal yang sangat krusial dan sangat strategis.

Potensi dan daya dukung alam yang melimpah belum jadi jaminan sebuah negeri bisa berdaulat pangan.  Diperlukan kebijakan yang tepat serta langkah strategis menghadapi persoalan pertanian serta implementasinya hingga di tingkat petani.  Ditambah lagi akhir-akhir ini dihadapkan pula pada persoalan kekeringan dan perubahan iklim, bahkan fenomena La Nina menjelang di penghujung tahun 2020 ini. Fenomena tersebut diperparah bersamaan dengan wabah pandemic covid-19 yang sangat memukul segala sektor kehidupan termasuk ekonomi dan sektor pertanian.  Namum secara umum krisis ekonomi yang terjadi maka semuanya sependapat bahwa sektor pertanian akan menjadi tumpuan bangkitnya perekonomian, apapun kondisinya sektor pertanian tetap dibutuhkan untuk kehidupan ummat manusia dalam situsasi dan kondisi apapun.

Sementara itu belakangan ini dunia pertanian Indonesia diwarnai dengan berbagai kelangkaan dan fenomena melonjaknya komoditas pertanian yang terjadi dalam waktu yang sesaat.  Seolah menjadi tren melonjaknya komoditas pertanian termasuk peternakan seperti cabai, bawang merah, bawang putih, kedelai, daging sapi hingga daging ayam.  Kelangkaan tersebut silih berganti seiring dengan perkembangan situasi kondisi ekonomi bahkan politik.  Dalam lima terakhir, produktivitas pertanian telah digenjot di era Kabinet Kerja hingga Kabinet Indonesia Maju.  Apapun hasilnya sektor pertanian mulai bangkit bukan hanya sebagai tren dengan hadirnya petani-petani milenial, petani modern ataupun petani modern berbasis aplikasi, modifikasi cuaca atau rekayasa teknologi lainnya.

           Disadari kondisi geografis negeri ini yang terdiri dari ribuan pulau yang terpencar-pencar juga menyebabkan rumitnya distribusi komoditas pertanian dari produsen hingga konsumen.  Belum lagi perilaku konsumen yang sangat beragam mulai dari pola konsumsi, keragaman hingga tradisi sangat berpengaruh terhadap mekanisme pasar terhadap komoditas tersebut.  Kebutuhan pangan menjelang hari-hari besar tertentu misalnya pasti melonjak dibandingkan hari-hari biasa.  Demikian juga permintaan daging sapi, domba/kambing akan meningkat seiring datangnya hari raya qurban, dan sebagainya.

           Komoditas pertanian, peternakan, perikanan dan hasil pertanian lainnya seyogyanya adalah komoditas ekonomi rakyat dan menguasai hajat hidup orang banyak.  Komoditas tersebut bukan hanya padi dan palawija seperti jagung, kedelai, kacang hijau, ubi kayu, kacang tanah atau palawija lainnya saja tetapi termasuk produk-produk peternakan/perikanan dan kehutanan serta komoditas ikutan lainnya seperti sapi, domba, kambing, ayam, ikan tawar, ikan asin, telur, garam dan lain-lain.  Dan konyolnya beberapa produk pertanian tersebut yang sebenarnya dapat diproduksi secara mandiri di negeri ini ternyata masih impor. 

           Kita sering mendengar impor beras, impor jagung, impor kedelai, impor bawang, impor sapi bahkan impor garam sekalipun di tanah yang kaya pantai ini.  Sungguh menjadi ironi di negeri kaya seperti ini.

 

Manajemen Komoditas Pertanian

           Adalah suatu ironi jika di negeri yang kaya sumber daya dan potensi ini terjadi kelangkaan komoditas pertanian.  Masalahnya bukan ada atau tidak ada komoditas tersebut tetapi adalah mau atau tidak mau mengatur komoditas pertanian agar dapat berimbang antara supply and demand sesuai dengan mekanisme pasar. 

           Diawali dengan melimpahnya potensi wilayah yang sangat beragam maka diperlukan peta komoditas unggulan sesuai dengan kaidah-kaidah agronomis dan agroekologisnya.  Sudah bukan saatnya pembangunan sektor pertanian ini bersifat top-down program sepereti masa lalu.  Tetapi saat ini yang lebih tepat adalah program buttom-up berbasis keseuaian lahan dan potensi masing-masing wilayah.  Sebagai missal keunggulan bumi Nusa Tenggara Barat yang kering lebih layak dengan budidaya Sapi lokal meskipun secara berat per sapi lebih kecil dibandingkan dengan sapi impor.  Kemudahan budidaya sapi lokal adalah keunggulan daerah tersebut, tentunya harus diikuti dengan kebijakan yang pro rakyat juga misalnya keseimbangan rasio jantan-betina agar kontinyuitas produksi dapat dijaga sesuai dengan mekanisme pasar dan daya dukung lahannya.

           Demikian juga keunggulan wilayah lain untuk pengaturan komoditas padi/beras di wilayah pantura dan daerah lahan kelas I di Pulau Jawa, Daerah penyangga komoditas kedelai di daerah tapal Kuda Jawa Timur (Pasuruan-Probolinggo-Banyuwangi dan sekitarnya), Pengembangan jagung di wilayah Sulsel, Sultra hingga Gorontalo dan sebagainya.  Selain itu diperlukan inovasi-inovasi baru baik dari pembibitan, teknik budidaya hingga panen dan pasca panen.

           Sudah menjadi rahasia umum bahwa petani di negeri ini masih menjadi subyek dari pembangunan pertanian, kalaupun menjadi obyek pembangunan tak lebih dari obyek program proyek-proyek pembangunan sesaat yang yang tidak berkelanjutan.  Nilai tambah terbesar komoditas pertanian/peternakan sebagian dinikmati oleh pedagang-pedagang besar yang memanfaatkan fasilitas pemerintah maupun pemodal besar.  Padahal komoditas pertanian ini adalah komoditas yang menguasai hajat hidup orang banyak dan sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian nasional.

           Jadi kata kuncinya adalah distribusi komoditas pertanian membutuhkan manajemen yang terpadu antar segala lini rantai distribusi dari produsen hingga end user dengan prinsip Pemberdayaan Petani Sebagai Penggerak Ekonomi Menuju Kedaulatan Pangan sesuai dengan tema HPS tahun ini. Distribusi manfaat dan keuntungan harus dibuat regulasi yang berpihak pada petani dan bukan pada segelintir pemodal besar atau bahkan pemodal asing belaka.  Sebagai pelaku ekonomi terbesar di negeri ini sudah selayaknya petani menikmati bagian keuntungan yang layak dan wajar.  Disinilah peran pemerintah dalam membuat kebijakan regulasi dan fasilitasi pemberdayaan petani sebagai pelaku ekonomi rakyat.  Tidak ada kata lain untuk menjaga stabilitas nasional pangan adalah Kedaulatan Pangan.

 

Dukungan Pemerintah hingga Food Estate

           Tak tanggung-tanggung dukungan pemerintah dalam bentuk infrastruktur, pembangunan puluhan bahkan ratusan bendungan di berbagai pelosok tanah air, dan dukungan mekanisasi pertanian yang modern hingga tumbuhnya food estate yang sempat mangkrak di masa lalu kini kembali diwujudkan dengan sinergi antar kementerian baik pertanian, Bappenas, Kelautan dan Perikanan, kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan bahkan hingga kementerian Pertahanan tergabung di dalamnya. Totalitas menghadapi dampak pandemic covid-19 nampak semakin solid meskipun tak dapat diraih hasilnya dalam waktu singkat.

           Demikian juga dengan terobosan, inovasi teknologi informasi bidang agraris telah mendorong munculnya pengusaha-pengusaha milenial yang sebelumnya tak pernah menyentuh dunia pertanian.  Sektor pertanian semakin seksi dan berkembang seiring dengan peluang usaha yang semakin mendunia.

Diperlukan perhatian dan keseriusan pemerintah untuk berpihak kepada wong cilik agar kekuatan-kekuatan liberalis yang hanya segelintir golongan dapat dilawan dengan kekuatan ekonomi rakyat.  Pemerintahan yang bijaksana, regulasi yang pasti, aparat yang bermartabat dan petani yang mandiri adalah pilar kekuatan ekonomi rakyat sejati. Dengan tema “Tumbuhkan, Pelihara, Lestarikan. Bersama, Aksi Kita, Masa Depan Kita semakin menumbuhkan tekad kebersamaan bangkit bersama pertanian menuju Ketahanan Pangan yang kuat di tengah pandemic ini.  Semoga dengan refleksi Hari Pangan Sedunia ini dapat mewujudkan tekad ini ! ** (msholeh10@gmail.com).


Selasa, 12 Juni 2018

Dukung Bersama Asian Games 2018

18th ASIAN GAMES : SPIRIT, SPORTIFITAS DAN SOLIDARITAS ASIA
Oleh : M. Sholeh
Gaung Asian Games ke-18 hanya tinggal menghitung hari menuju 18 Agustus 2018. Pesta olah raga terbesar se Asia ini akan segera dihelat untuk kedua kalinya di Indonesia setelah 56 tahun yang lalu juga diselenggarakan di tempat yang sama.  Inilah ujian bagi Indonesia di era milenial ini apakah mampu menjadi tuan rumah yang baik atau tidak.  Tentunya sebagai warga bangsa Indonesia marilah kita dukung bersama Asian Games 2018 dengan suka cita dan mengedepankan Spirit, Sportif dan Solidarity Indonesia untuk Asia. 18thAsian Games : Spirit, Sportifitas dan Solidaritas Asia akan menjadi tema selama gelaran berlangsung sekaligus menjadi spirit bagi seluruh even dan pesertanya.

Logo 18th Asian Games 2018
Jika 56 tahun yang lalu Indonesia telah berhasil menjadi tuan rumah Asian Games ke-4 dengan baik, maka di tahun 2018 ini Asian Games harus lebih baik lagi.  Sebagai tuan rumah inilah kesempatan yang sangat baik untuk menunjukkan bahwa Indonesia mampu menjadi tuan rumah yang baik dan sukses.  Meskipun dilaksanakan pada waktu yang relatif berdekatan dengan perhelatan akbar dunia lainnya yaitu Piala Dunia 2018 di Rusia yang tentunya menyedot perhatian yang sangat besar mengingat sepak bola merupakan olah raga paling populer di dunia, tetapi tanpa mengurangi semangat Asian Games 2018, Energy of Asia ! akan menjadi pembuktian kiprah Indonesia dalam kancah Olah Raga di tingkat Asia.
Tantangan  dan Multi Even
Dengan berbagai persiapan dan koordinasi yang panjang, pemerintah telah berusaha keras agar Asian Games 2018 yang akan dilaksanakan mulai 18-8-2018 dapat berjalan lancar dan sukses, apalagi kali ini akan diselenggarakan di dua kota yaitu Jakarta dan Palembang.  Selain waktu yang berdekatan dengan penyelenggaraan Piala Dunia 2018, konsentrasi pemerintah juga tengah menghadapi Pilkada serentak 2018 dan rencana pertemuan IMF di Bali bulan Oktober 2018 bahkan memasuki persiapan Pileg, Pilpres 2019 yang tentunya juga akan menguras energi yang tidak sedikit.  Namun dengan semangat yang tinggi Indonesia bertekad untuk menjadi tuan rumah dari berbagai kegiatan tingkat asia dan dunia dengan sepenuh hati.  Kegiatan Asian Games kali ini juga bertepatan dengan perayaan HUT Proklamasi Republik Indonesia yang ke-73 yang semakin memacu semangat bangsa Indonesia untuk memberikan kado terindah bagi negri ini yang akan berulang tahun yang ke-73. Inilah tantangan multi even yang akan diselenggarakan di Indonesia di tahun 2018.
Sebagai masyarakat Indonesia tentunya kita merasa bangga akan kepercayaan dunis kepada Indonesia yang dipercaya menyelenggarakan multi even yang sangat beragam ditengah tahun politik yang mulai memanas.  Oleh karena itu marilah kita dukung bersama Asian Games 2018 dengan suka cita dan semangat, sportifitas dan solidaritas Indonesia untuk Asia. Semangat ini digaungkan dari tingkat daerah, regional hingga nasional.  Dukung bersamAsian Games 2018melalui daerahku menjadi semangat mengobarkan semangat Asian Games dari daerah sampai nasional dan Asia.  Even olah raga dapat mempersatukan bangsa-bangsa di Asia yang merupakan mayoritas penduduk dunia. Kita tunjukkan Indonesia adalah Negara yang besar yang mampu menjadi tuan rumah yang baik dengan dukungan yang tak henti-hentinya dari berbagai sektor, hal inilah yang saat ini tengah dipersiapkan oleh INASGOC (Indonesia Asian Games 2018Organizing Committee) sebagai panitia penyelenggara Asian Games kali ini.
Menjadi juara bukan sekedar tujuan belaka, tetapi makna solidaritas bangsa-bangsa asia yang saat ini masih banyak terjadi ketimpangan ekonomi dan sosial, kesenjangan, keterbelakangan, intoleransi, bahkan konflik berkepanjangan di beberapa negara asia seperti yang terjadi di Palestina, Israel, Suriah, Yaman, Myanmar dan beberapa negara lainnya.  Even olah raga aakan mempersatukan perbedaan diantara bangsa-bangsa asia yang akan menjadi peserta Asian Games 2018.  Berlomba menjadi juara adalah semangat dan spirit tapi tanpa melupakan makna solidaritas dan toleransi warga asia dan dunia yang cinta damai dan persahabatan.
            Untuk mendukung pelaksanaan Asian Games kali ini tak hanya menjadi tugas panitia INASGOC ataupun pemerintah, tetapi sebagai individu masyarakat terpanggil untuk melakukan gerakan dukung bersamAsian Games 2018dari daerahku.  Ini adalah bentuk dukungan moril partisipatif ataupun berperan aktif sebagai relawan atau voulenteeryang dikoordinasi oleh panitia.  Sekecil apapun peran masyarakat akan menjadi dukungan yang sangat berarti.  Menjaga keamanan, ketertiban dan kenyamanan selama penyelenggaraan Asian Games juga merupakan peran partisipatif masyarakat yang diharapkan. Terlebih di era milenial yang serba online dan dukungan teknologi informasi yang sudah modern dapat dilakukan untuk menggalang dukungan.
Dalam hal perkembangan teknologi informasi yang serba online, berita ataupun perkembangan kegiatan pasti akan sangat cepat tersebar melalui media cetak, media online ataupun sosial media.  Sebagai tuan rumah hendaknya kita juga harus dapat memanfaatkan media-media tersebut untuk kemaslahatan penyelenggaraan Asian Games mendatang.  Tak dipungkiri sebagai pengguna media sosial terbesar ketiga di dunia telah menempatkan warganet Indonesia sebagai netizen tercerewet di dunia, apapun bisa menjadi viral dalam sekejap di Indonesia menjadi mendunia.  Dukungan bukan hanya sorak sorai atau hingar bingar perayaan jika atletnya menang atau juara.  Tetapi menjaga sopan santun, keramahan dan etika dengan seluruh peserta, penyelenggara dan sesama termasuk di media online, sosial media dan mass media lainnya adalah dukungan moril yang tak terhingga nilainya.
Predikat netizen tercerewet jika diambil nilai positifnya dapat digunakan sebagai dukungan promosi even Asian Games 2018 ini baik sebelum dan selama berlangsungnya gelaran olah raga terbesar se Asia tersebut.  Demikian juga dukungan komunitas-komunitas formal maupun informal di masyarakat dapat menambah promosi yang positif, misalnya dukungan komunitas musisi-musisi dalam membuat official theme song Asian Games 2018 dalam lagu Bright as The Sun seperti ini.

Promosi lain yang harus dimanfaatkan Indonesia sebagai tuan rumah adalah promosi wisata yang sangat banyak dan beragam, iklim investasi yang prospektif dan kemitraan bisnis melalui atlet dan oficialnya serta awak media yang menyertai tentunya. Tunjukkan bahwa Indonesia aman, nyaman dan amazing, meskipun beberapa waktu lalu terjadi terror, tetapi dengan semangat toleransi dan kemanusiaan semua bisa diatasi secara tuntas.
Semoga Asian Games ke-18 di Jakarta dan Palembang ini akan menjadi gelaran olah raga akbar se Asia yang sukses menjadikan Indonesia sebagai juara, baik juara olah raga, juara tuan rumah maupun even Asian Games yang akan menjadi kenangan manis dalam sejarah Indonesia, Asia dan Dunia.  Semoga ! (msholeh10@gmail.com).

sumber : www.msholeh.com

Minggu, 11 Desember 2016

Daftar Publikasi Karya M. Sholeh 2013-2016

DAFTAR PUBLIKASI KARYA M. SHOLEH DARI TAHUN 2013-2016




























































































SoloPos, 20 Januari 2016, Halaman 4, Rubrik : Gagasan, Judul : Menabung Air

Menabung Air
oleh : H.M. Sholeh

Gagasan Solopos, Rabu (20/1/2016), ditulis H.M. Sholeh. Penulis adalah Pjs. Dirut PDAM Tirto Negoro Sragen dan Mahasiswa S3 Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret.

http://www.solopos.com/2016/01/21/gagasan-menabung-air-682600


Solopos.com, SOLO — Dampak fenomena El Nino berkepanjangan telah terjadi pada 2015 dengan berbagai peristiwa, dari kabut asap di mana-mana, kekeringan sawah, mengeringnya sumber air baku dan irigasi, hingga puso di berbagai wilayah.
Pendek kata semua makhluk yang membutuhkan air dalam proses hidupnya sangat terganggu dengan pasokan air yang menipis.     Sementara itu sebagai pemegang kebijakan, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah mencanangkan program 100-0-100 pada 2019.


Program tersebut berarti pada 2019 seluruh rakyat harus memperoleh akses air bersih 100%, kawasan kumuh 0%, dan akses sanitasi layak 100%. Target pemerintah tersebut tidak berlebihan selama dapat dipersiapkan sebaik mungkin dengan langkah-langkah yang bijak, terencana, dan berkelanjutan.
Perusahaan daerah air minum (PDAM) sebagai pelaksana pemenuhan target akses air bersih bagi masyarakat secara menyeluruh (100%) pada 2019 menghadapi tantangan yang tidak ringan.
Tantangan tersebut berwujud masalah antardaerah yang sangat beragam, yakni dari semakin menipisnya sumber air baku, topografi, benturan penggunaan air, sumber daya manusia (SDM), perpipaan, pendanaan, hingga dukungan pemerintah daerah yang merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian target tersebut.
Setelah fenomena El Nino pada 2015 lalu masih ada tantangan alam pada 2016. Berdasarkan prakiraan akan terjadi fenomena La Nina pada tahun ini.  Fenomena La Nina pada 2016 diprediksi merupakan kebalikan dari fenomena El Nino pada  2015.
Fenomena La Nina berawal dari menguatnya angin pasat tenggara, sedangkan suhu muka air laut di Samudera Pasifik sebelah barat lebih hangat daripada suhu tropis di timur Pasifik yang berada pada kondisi lebih dingin.
Akibat dari pola suhu permukaan laut yang seperti itu atmosfer tropis di wilayah barat Pasifik mengalami penguapan air dengan kadar yang lebih tinggi. Kemungkinan untuk munculnya awal Cumulus sebagai awan pembawa hujan menjadi semakin meningkat.
Sudah pasti dampak La Nina akan mengakibatkan bencana banjir, tanah longsor, atau bahkan angin puting beliung di berbagai wilayah. Lumrah manusia selalu mengeluh apabila air kurang atau berlebih.
Hal ini sebenarnya adalah masalah pengaturan air (water management) berdasarkan kaidah-kaidah hidrologi dan lingkungan secara bijak dan berwawasan lingkungan.
Dampak El Nino dan La Nina juga disebabkan anomali iklim yang telah terjadi dalam beberapa dasawarsa belakangan ini  berupa efek rumah kaca, bocornya lapisan ozon, meningkatnya suhu permukaan kutub, hingga dampak pencemaran yang terakumulasi. Apa yang harus dilakukan untuk menghadapi hal tersebut di atas?
  
Neraca Air

Sesungguhnya jumlah air secara keseluruhan tetap, tetapi penyebarannya tidak seimbang akibat kurangnya langkah konservasi air dan tanah serta lingkungan. Untuk mengatur keseimbangan air (water balance) seharusnya setiap wilayah atau pemerintah daerah menghitung neraca air di wilayahnya.
Dari neraca air tersebut dapat ditentukan langkah-langkah kebijakan yang perlu diambil sehubungan dengan kebijakan konservasi tanah, air,  serta lingkungan, bukan sekadar eksplorasi air tanah yang sebebas-bebasnya atau pompanisasi dan lain-lain.
Merebaknya kawasan industri yang tidak disertai kebijakan pengambilan air secara terkendali menyebabkan ketidakseimbangan neraca air di suatu wilayah. Demikian juga dengan menjamurnya kawasan perumahan, permukiman, pusat perbelanjaan, hotel, hingga mal-mal di perkotaan hingga ke wilayah kabupaten/kota yang sedang tumbuh.
Belum lagi banyaknya penggunaan mesin pompa air di sawah tanpa dasar kaidah hidrologi yang tepat. Ini menyebabkan permukaan air tanah turun secara signifikan. Seharusnya pemerintah daerah memproteksi sumber-sumber air melalui penghijauan, konservasi tanah dan air, kalau perlu diterbitkan peraturan daerah untuk memproteksi sumber air tersebut.
Kepedulian terhadap keseimbangan air sesungguhnya bisa dimulai dari skala terkecil atau rumah tangga, kantor, lingkungan, hingga gerakan menabung air.  Apa itu konsep menabung air?
Menabung air adalah melakukan tindakan penyimpanan air pada saat berlebih melalui tindakan-tindakan konservasi air di lingkungan dan menggunakannya secara bijak pada saat dibutuhkan.
Prinsip menabung air adalah menahan air sebanyak-banyaknya agar tertahan di lingkungan tanah atau reservoir dengan membuat sumur resapan di sekitar rumah, kantor, atau lingkungan.
Selain di sumur-sumur resapan, menabung air juga dapat dilakukan melalui pembuatan lubang resapan biopori (LRB). LRB ini selain berfungsi sebagai lubang resapan air juga dapat menjadikan tempat dekomposisi bahan organik serta menjaga keseimbangan ekosistem di dalam tanah.
LRB juga dapat dibuat dalam skala rumah tangga sesuai intensitas curah hujan dan luas kawasan. Teknik-teknik sederhana ini sangat mudah diterapkan dan sangat bermanfaat bagi keseimbangan air serta menjaga biodiversitas di dalam tanah dan lingkungan.
Jika dalam sebuah rumah tangga memiliki 10 lubang resapan biopori, dalam satu kota yang berpenduduk satu juta orang, misalnya, dapat menabung air tak kurang dari 10 juta liter selama setahun.  Dampak secara regional dan nasional bila hal ini bisa menjadi gerakan nasional tentu lebih baik lagi.
Sayangnya, saat ini banyak halaman, pekarangan, atau bahu jalan di lingkungan masyarakat ditutup dengan beton, bata, atau conblock yang tidak meresapkan air.  Sejatinya menjaga ruang terbuka hijau dengan rumput atau hijauan membantu menjaga resapan dan keseimbangan air tanah di lingkungan tersebut.
Dalam skala yang lebih bersar kebijakan pemerintah pantut diapresiasi dengan memperbanyak embung-embung atau waduk-waduk penampung air yang dapat digunakan berbagai keperluan pertanian, sumber air baku, konservasi, hingga pariwisata.
Demikian juga dengan konservasi hutan, bukit-bukit, dan gunung-gunung dengan langkah reboisasi, apalagi setelah dampak kebakaran hutan tahun lalu, merupakan tindakan konservasi yang sangat terpuji.
Gerakan kesadaran terhadap program penanaman semiliar pohon mulai muncul gerakan serupa berupa adopsi pohon atau tanaman pada suatu kawasan atau wilayah tertentu.
Dengan langkah kecil menabung air yang dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan akan menjaga keseimbangan air di dalam tanah dan lingkungan.  Menabung air adalah menabung kesehatan dan kehidupan di masa datang.
Semoga dengan langkah kecil ini dapat berperan serta membantu mewujudkan program 100-0-100 pada 2019 seperti yang telah dicanangkan pemerintah.






http://www.solopos.com/2016/01/21/gagasan-menabung-air-682600


SoloPos, 9 Oktober 2015, Halaman 4, Rubrik : Gagasan , Judul : Kontroversi Impor Beras

Kontroversi Impor Beras

Oleh: H.M. Sholeh


http://www.solopos.com/2015/10/12/gagasan-kontroversi-impor-beras-650658

Gagasan Solopos, Jumat (9/10/2015), ditulis H.M. Sholeh. Penulis adalah pembina Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Tengah dan mahasiswa Program S3 Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret.


Solopos.com, SOLO — Akhir-akhir ini muncul wacana impor beras untuk menjaga stok pangan nasional. Rupanya kekeringan dampak El Nino berkepanjangan telah membuat para pengambil kebijakan di sektor pertanian mulai ancang-ancang melirik keran impor.
Belum ada dua bulan pernyataan optimistis pemerintah melalui Menteri Pertanian bahwa surplus pangan tahun ini diprediksi lebih dari 10 juta ton dari target atau mencapai 75 juta ton pada akhir 2015.
Berbagai langkah dan kebijakan telah diambil pemerintah untuk mendorong peningkatan produksi padi pada 2015 ini, baik dari program mekanisasi (pembagian traktor), pembagian mesin pemompa air, hingga pengawalan distribusi pupuk bersubsidi oleh militer.
Alam berkehendak lain. Dampak kemarau panjang dan fenomena El Nino sudah mulai terasa. Kabut asap di mana-mana. Sawah kekeringan. Sumber air baku mengering, irigasi terhenti, hingga ancaman puso di berbagai wilayah. Di sinilah manusia merencanakan tetapi Tuhan berkehendak lain.
Berbagai macam tudingan ke berbagai pihak yang terlibat baik Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perdagangan, Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik, pemerintah provinsi hingga pemerintah kabupaten/kota, bahkan Badan Pusat Statistik sebagai sumber data turut sibuk membuat analisis baru kecukupan pangan.
Berdasarkan penuturan pemerintah,  berdasarkan angka ramalan (aram) dari BPS, pemerintah masih optimistis hingga akhir 2015 kecukupan pangan masih aman.  Setelah terjadi fenomena El Nino yang berdampak pada kekeringan yang berkepanjangan, diprediksi akan terjadi kemunduran masa panen pada musim berikutnya.
Alhasil kecukupan pangan akan terancam pada kuartal pertama atau kedua 2016. Prediksi ini beralasan karena kondisi alam yang ekstrem bisa terulang lagi seperti pada 2007 yang berakibat gagal panen/puso akibat kekeringan yang sama.

 Peran Lumbung Bulog
Dalam kondisi seperti ini ditutut peran Perum Bulog agar benar-benar mewujud sebagai stabilisator pangan. Dalam kecemasan akibat dampak kekeringan ini, yang lebih penting adalah stabilisasi harga pangan. Jangan terjadi lonjakan harga pangan akibat kelangkaan atau ulah spekulan.

Impor seharusnya menjadi alternatif terakhir, yakni ketika kondisi benar-benar terancam. Dari pantauan di berbagai daerah sebenarnya masih ada beberapa daerah yang surplus pangan meskipun terdampak kekeringan berkepanjangan.
Hal ini ditunjang kesigapan petani memanfaatkan mesin pompa penyedot air dan kesungguhan mengatur saat tanam yang tepat. Kondiri tanam padi di beberapa daerah seperti Kabupaten Sragen, Sukoharjo, Klaten, Boyolali, Ngawi dan beberapa daerah saat ini sudah ada yang memasuki masa pengisian butir-butir padi.
Para petani di daerah-daerah itu mulai mengurangi kebutuhan air hingga masa panen nanti. Produktivitas panen di musim gadu seperti musim ini diprediksi tak akan sebanyak di musim hujan, akan tetapi jika dapat dijaga dari serangan hama dan penyakit tanaman, rendemennya akan naik.
Pada saat panen musim gadu biasanya harga pangan, khususnya padi, akan naik. Janganlah optimisme dan senyum petani padi ini dikandaskan oleh pembukaan keran impor yang kurang tepat. Perum Bulog seyogianya menjadi lumbung pangan yang sebenarnya.
Nenek moyang kita selalu bergotong royong menyimpan padi di lumbung padi saat panen raya dan baru mengambilnya pada saat kekeringan. Falsafah demikian ini yang seharusnya digunakan Perum Bulog sebagai stabilisator pangan utama di negeri ini.
Masalahnya harga beli gabah saat panen oleh Bulog tidak menarik bagi petani. Harga beli oleh Bulog masih di bawah harga pasar atau maksimal sama dengan harga pasar.  Jika pemerintah melalui Bulog mengapresiasi panen padi petani, niscaya mampu membeli dengan harga di atas harga pasar.
Harga pembelian oleh Bulog yang di atas harga pasar otomatis menutup peluang spekulan untuk “bermain”.  Yang penting dampak kestabilan harga pangan mempunyai efek berantai terhadap harga dan stabilitas komoditas lain. Dengan kata lain stabilitas ekonomi terjaga.
Kalaupun pemerintah harus mengimpor beras, impor  harus dilakukan dengan dua tepat, yaitu tepat waktu dan tepat volume. Dampak komoditas pangan ini akan sangat besar terhadap komoditas lain. Stabilitas harga pangan adalah stabilitas ekonomi nasional.
Kebijakan impor beras perlu diperhitungkan secara matang agar tidak salah mengambil kebijakan.        Langkah-langkah bijaksana selain inventarisasi daerah-daerah yang surplus maupun minus pangan akan sangat berguna dalam memetakan status keamanan pangan dan distribusinya.
Kalau dirasa perlu merevisi data Badan Pusat Statistik (BPS), sebaiknya mengacu realitas agar tidak terjebak pada analisis data yang salah dan berakibat salah dalam mengambil kebijakan.        Langkah lain seperti optimalisasi peran Bulog dalam menyerap beras petani masih perlu ditingkatkan.
Diperlukan terobosan-terobosan yang inovatif dari Perum Bulog sebagai penyangga pangan nasional, misalnya impor beras kualitas rendah tapi diimbangi dengan ekspor beras kualitas premium untuk mengimbangi neraca pangan dan distribusinya.
Terobosan pemberian insentif bagi daerah-daerah yang mengalami surplus pangan dengan berbagai kemudahan dan lain-lain juga menarik dipertimbangan.  Langkah pemerintah di masa “perlambatan ekonomi” ini harus bersifat kreatif dan inovatif,  tentu disertai pertimbangan-pertimbangan kaidah ilmu dan teknologi yang memadai. 

Diversifikasi
Banyak analisis dan faktor pendorong tercapainya keamanan dan kecukupan pangan bahkan hingga swasembada pangan nasional. Kesigapan pemerintah dalam mengambil kebijakan antara impor atau tidak sangat berpengaruh terhadap stabilitas pangan nasional.
Tentu tidak bisa hanya bertumpu pada klebijakan Bulog, Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota.
Dukungan sumber daya manusia serta keterpaduan program dan lain sebagainya yang mendukung intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi pertanian jelas sangat penting. Diversifikasi pangan dalam arti penganekaragaman pangan untuk memenuhi kebutuhan hayati manusia Indonesia masih belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik.
Pangan bukanlah hanya beras. Banyak sumber pangan, yang beraneka ragam, yang sebenarnya bisa merupakan substitusi dari beras yang selama ini menjadi bahan makanan pokok masyarakat di Indonesia.
Sebagai negara dengan konsumsi beras per kapita tertinggi di dunia, yaitu 130 kg/kapita, tentu menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.  Dengan mengurangi konsumsi beras per kapita nasional sebanyak 10% saja akan sangat membantu kecukupan pangan dan keamanan pangan,  bahkan swasembada pangan, khususnya beras sekaligus meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Semoga kontroversi mengimpor beras atau tidak ini tak akan berdampak pada eksistensi petani yang selalu setia berproduksi meski pada masa sulit sehingga  tekad swasembada pangan di era pemerintahan ini menjadi angin segar bagi terwujudnya kedaulatan pangan yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya.


http://www.solopos.com/2015/10/12/gagasan-kontroversi-impor-beras-650658 


SoloPos, Sabtu 1 Agustus 2015, Halaman 4, Rubrik : Gagasan , Judul : El Nino Mengancam Swasembada Pangan

El Nino Mengancam Swasembada Pangan

oleh : M. Sholeh
msholeh10@gmail.com
Gagasan Solopos, Sabtu (1/8/2015), ditulis M. Sholeh. Penulis adalah pembina Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Tengah. Penulis juga peserta Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret.

http://www.solopos.com/2015/08/03/gagasan-el-nino-mengancam-swasembada-pangan-629081
Solopos.com, SOLO — Indonesia belakangan ini memasuki musim kemarau ditambah dampak pemanasan global dan yang cukup signifikan. Pemanasan global ini adalah dampak fenomena El Nino yang semakin terasa di seluruh Asia Tenggara, khususnya di wilayah Indonesia.
Fenomena El Nino adalah gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai meningkatnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik, di sekitar ekuator, khususnya di bagian tengah dan timur.
Ketika fenomena El Nino terjadi, saat suhu permukaan laut di Samudra Pasifik, kawasan ekuator bagian tengah dan timur menghangat, justru suhu perairan sekitar Indonesia umumnya menurun yang berakibat berkurangnya pembentukan awan hujan di Indonesia.
Dampaknya adalah ancaman kekeringan yang lebih (abnormal) di musim kemarau ini. Bagi pertanian di Indonesia, khususnya tanaman pangan, fenomena El Nino yang terjadi Juli hingga (diperkirakan) November adalah tantangan besar bagi target swasembada pangan.
Pemerintah telah menetapkan akselerasi swasembada pangan hingga tiga tahun ke depan. Ini adalah target ambisius dan penuh tantangan. Target tersebut tidak mustahil dicapai, akan tetapi juga menjadi ujian berat di tengah prestasi Kabinet Kerja yang belum berumur setahun.
Target tersebut akan dapat dicapai jika kebijakan-kebijakan yang diambil Kementerian Pertanian sebagai pemangku kebijakan di bidang pertanian tepat, yakni mengambil langkah-langkah strategis serta tepat dalam penempatan prioritas pembangunan pertanian.
Dampak fenomena El Nino dapat menurunkan produksi tanaman pangan, menurunnya kualitas, hingga gagal panen dan puso. Dampak inilah yang perlu dikaji dan diantisipasi secara bijak agar target swasembada pangan tidak meleset.
Jika tak diantisipasi dengan baik, dikhawatirkan dapat berakibat buruk, bahkan bisa lebih buruk daripada dampak fenomena El Nino 2007 yang sempat mengakibatkan rawan pangan pada tahun tersebut.
Dalam sepekan terakhir, Menteri Pertanian Amran Sulaiman semakin intensif blusukan ke daerah-daerah sentra lumbung pangan di Jawa.  Dalam empat hari ia blusukan di 12 kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur, semuanya dilalui dengan jalan darat.
Blusukan Menteri Pertanian kali ini memang memantau dan mengantisipasi dampak kemarau dan fenomena El Nino yang diperkirakan berlangsung hingga November.  Dampak musim kemarau dirasakan beberapa daerah yang kesulitan air seperti di Kabupaten Klaten, Wonogiri, Sragen, Boyolali hingga sebagian besar wilayah di Jawa Timur dan daerah-daerah lain di Indonesia.
Dampak kekeringan musim kemarau ini telah dirasakan pada awal Juli bersamaan dengan pelaksanaan ibadah puasa Ramadan dan Idul Fitri 1436 H.  Kekeringan selain berdampak pada terancamnya panen tanaman padi, yang sebagian puso, juga terhadap kebutuhan air bersih dan air minum pada saat Lebaran lalu.
Di daerah-daerah kekeringan ini ada pertambahan manusia hingga 30% akibat banyaknya warga yang pulang kampung seperti di wilayah Soloraya dan sekitarnya. Beberapa daerah sentra produksi padi selesai panen menjelang Ramadan dan Lebaran lalu.
Akibat minimnya informasi yang diterima petani, meskipun sudah memasuki musim kemarau yang diperparah dengan fenomena El Nino, sebagian di antara mereka masih menanam padi di sawah meskipun tergantung irigasi dari sumur atau sungai yang dipompa, tentu berbiaya mahal dan berisiko gagal panen.
 
Neraca Air
Melihat fenomena di atas, kewajiban pemerintah untuk mengambil kebijakan yang tepat berdasarkan skala prioritas. Beberapa langkah darurat Menteri Pertanian berupa pemberian bantuan mesin pompa penyedot air dan traktor memang membantu percepatan proses pengolahan lahan dan menopang irigasi yang vital bagi tanaman pangan.
Skala prioritas ini menjadi tidak berarti manakala sumber air baku tidak tersedia atau kalau tersedia debitnya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan irigasi pertanian.
Banyaknya sumur pantek di daerah sentra produksi pangan menjadi tantangan tersendiri bagi pemenuhan kebutuhan air bersih dan air minum atau untuk irigasi pertanian, belum lagi untuk kebutuhan ternak dan kebutuhan lainnya.
Diperlukan pembangunan waduk-waduk untuk menopang kebutuhan air baku bagi pertanian maupun suplai air minum dan air bersih. Prioritas kebutuhan lain bagi petani adalah bantuan benih dan pupuk bersubsidi yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat dosis, tepat jenis, dan tepat harga (lima tepat).
Mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi dengan pengawasan oleh tentara adalah terobosan baru, namun yang lebih penting adalah tersedianya ”lima tepat” pada saat dibutuhkan petani, apalagi saat menghadapi fenomena El Nino dan kemarau yang berkepanjangan.
Prioritas lainnya adalah pengaturan pola tanam, ketepatan pemilihan varietas padi tahan kering, tumpang sari, tumpang gilir dengan tanaman pangan lain seperti palawija (jagung, kedelai, kacang hijau) dan tanaman lainnya untuk memperoleh hasil yang  optimal dan memuaskan.
Pola tanam yang tepat akan menentukan tingginya produktivitas pertanian maupun kontinuitas produksi pangan yang menopang swasembada pangan berkelanjutan.
Khusus menyikapi dan mengantisipasi kekurangan air, selayaknya pemerintah mulai menghitung neraca air seperti yang dipelopori Pemerintah Kabupaten Sragen tahun ini.
Neraca air adalah kalkulasi volume air yang masuk dan keluar di suatu wilayah atau suatu sistem. Dengan kajian neraca air ini dapat ditentukan langkah-langkah manajemen sumber daya air, baik bagi irigasi pertanian, peternakan, air minum, maupun bagi estetika atau bahkan potensi wisata.
Dengan kajian neraca air diharapkan pada tahun depan pemanfaatan air lebih tepat dan optimal. Dengan inovasi seperti ini diharapkan akselerasi swasembada pangan dapat dikawal secara terus-menerus dan terpadu. Kearifan pengelolaan lingkungan, tanah, air, dan keseimbangannya adalah kunci sukses pertanian berkelanjutan. 

http://www.solopos.com/2015/08/03/gagasan-el-nino-mengancam-swasembada-pangan-629081