Refleksi Hari Pangan Sedunia ke-40 dan FAO ke-75 16 Oktober 2020
OPINI
Ketahanan Pangan di Tengah
Pandemi
Oleh : Dr (Cd.) Ir.
H.M. Sholeh, MM.
msholeh10@gmail.com
Kandidat
Doktor Ilmu Lingkungan UNS Surakarta
Menjelang Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-40 dan FAO ke-75 pada
tanggal 16 Oktober 2020 ini Indonesia dihadapkan pada masalah pelik pertanian
yang semakin kompleks. Bukan hanya
Indonesia tetapi dunia menghadapi masalah yang sama, yakni pandemic covid-19
yang belum tahu kapan kan berakhir. Tema HPS kali ini secara global adalah Grow, Nourish, Sustain, Protection Together. Our Action Our Future atau “Tumbuhkan, Pelihara, Lestarikan.
Bersama, Aksi Kita, Masa Depan Kita.
Namun secara nasional belum terlihat secara nyata akibat dampak
refocusing akibat pandemic covid-19.
Meskipun demikian Ketahanan Pangan di tengah pandemic covid-19 menjadi
isu seksi untuk mendukung kebangkitan ekonomi akibat wabah yang berkepanjangan,
apalagi wabah ini bersamaan dengan fenomena La Nina yang berlangsung menjelang
akhir tahun 2020.
Pertanian Tumpuan di Tengah Pandemi
Tak berlebihan jika Ketahanan Pangan menjadi isu sentral
pembangunan pertanian akhir-akhir ini seolah melengkapi tekad swasembada
pangan, kemandirian pangan atau kecukupan pangan. Hal ini sangat penting mengingat laju
pertumbuhan penduduk berkejaran dengan laju peningkatan produksi pertanian
nasional. Dalam satu dasawarsa terakhir
laju pertumbuhan penduduk meningkat 3.1 %, sementara laju peningkatan
produktivitas pertanian khususnya padi hanya meningkat 1.7 % atau hanya
separuhnya. Disinilah tantangan
penyediaan pangan secara nasional maupun global menjadi suatu hal yang sangat
krusial dan sangat strategis.
Potensi
dan daya dukung alam yang melimpah belum jadi jaminan sebuah negeri bisa
berdaulat pangan. Diperlukan kebijakan
yang tepat serta langkah strategis menghadapi persoalan pertanian serta
implementasinya hingga di tingkat petani.
Ditambah lagi akhir-akhir ini dihadapkan pula pada persoalan kekeringan
dan perubahan iklim, bahkan fenomena La Nina menjelang di penghujung tahun 2020
ini. Fenomena tersebut diperparah bersamaan dengan wabah pandemic covid-19 yang
sangat memukul segala sektor kehidupan termasuk ekonomi dan sektor
pertanian. Namum secara umum krisis
ekonomi yang terjadi maka semuanya sependapat bahwa sektor pertanian akan
menjadi tumpuan bangkitnya perekonomian, apapun kondisinya sektor pertanian
tetap dibutuhkan untuk kehidupan ummat manusia dalam situsasi dan kondisi
apapun.
Sementara
itu belakangan ini dunia pertanian Indonesia diwarnai dengan berbagai
kelangkaan dan fenomena melonjaknya komoditas pertanian yang terjadi dalam
waktu yang sesaat. Seolah menjadi tren
melonjaknya komoditas pertanian termasuk peternakan seperti cabai, bawang
merah, bawang putih, kedelai, daging sapi hingga daging ayam. Kelangkaan tersebut silih berganti seiring
dengan perkembangan situasi kondisi ekonomi bahkan politik. Dalam lima terakhir, produktivitas pertanian
telah digenjot di era Kabinet Kerja hingga Kabinet Indonesia Maju. Apapun hasilnya sektor pertanian mulai
bangkit bukan hanya sebagai tren dengan hadirnya petani-petani milenial, petani
modern ataupun petani modern berbasis aplikasi, modifikasi cuaca atau rekayasa
teknologi lainnya.
Disadari kondisi geografis negeri ini yang terdiri dari
ribuan pulau yang terpencar-pencar juga menyebabkan rumitnya distribusi
komoditas pertanian dari produsen hingga konsumen. Belum lagi perilaku konsumen yang sangat
beragam mulai dari pola konsumsi, keragaman hingga tradisi sangat berpengaruh
terhadap mekanisme pasar terhadap komoditas tersebut. Kebutuhan pangan menjelang hari-hari besar
tertentu misalnya pasti melonjak dibandingkan hari-hari biasa. Demikian juga permintaan daging sapi,
domba/kambing akan meningkat seiring datangnya hari raya qurban, dan
sebagainya.
Komoditas pertanian, peternakan, perikanan dan hasil
pertanian lainnya seyogyanya adalah komoditas ekonomi rakyat dan menguasai
hajat hidup orang banyak. Komoditas
tersebut bukan hanya padi dan palawija seperti jagung, kedelai, kacang hijau,
ubi kayu, kacang tanah atau palawija lainnya saja tetapi termasuk produk-produk
peternakan/perikanan dan kehutanan serta komoditas ikutan lainnya seperti sapi,
domba, kambing, ayam, ikan tawar, ikan asin, telur, garam dan lain-lain. Dan konyolnya beberapa produk pertanian
tersebut yang sebenarnya dapat diproduksi secara mandiri di negeri ini ternyata
masih impor.
Kita sering mendengar impor beras, impor jagung, impor
kedelai, impor bawang, impor sapi bahkan impor garam sekalipun di tanah yang
kaya pantai ini. Sungguh menjadi ironi
di negeri kaya seperti ini.
Manajemen Komoditas Pertanian
Adalah suatu ironi jika di negeri yang kaya sumber daya
dan potensi ini terjadi kelangkaan komoditas pertanian. Masalahnya bukan ada atau tidak ada komoditas
tersebut tetapi adalah mau atau tidak mau mengatur komoditas pertanian agar
dapat berimbang antara supply and demand sesuai dengan mekanisme pasar.
Diawali dengan melimpahnya potensi wilayah yang sangat
beragam maka diperlukan peta komoditas unggulan sesuai dengan kaidah-kaidah
agronomis dan agroekologisnya. Sudah
bukan saatnya pembangunan sektor pertanian ini bersifat top-down program sepereti masa lalu. Tetapi saat ini yang lebih tepat adalah
program buttom-up berbasis keseuaian
lahan dan potensi masing-masing wilayah.
Sebagai missal keunggulan bumi Nusa Tenggara Barat yang kering lebih
layak dengan budidaya Sapi lokal meskipun secara berat per sapi lebih kecil
dibandingkan dengan sapi impor.
Kemudahan budidaya sapi lokal adalah keunggulan daerah tersebut,
tentunya harus diikuti dengan kebijakan yang pro rakyat juga misalnya keseimbangan rasio jantan-betina agar
kontinyuitas produksi dapat dijaga sesuai dengan mekanisme pasar dan daya
dukung lahannya.
Demikian juga keunggulan wilayah lain untuk pengaturan
komoditas padi/beras di wilayah pantura dan daerah lahan kelas I di Pulau Jawa,
Daerah penyangga komoditas kedelai di daerah tapal Kuda Jawa Timur (Pasuruan-Probolinggo-Banyuwangi
dan sekitarnya), Pengembangan jagung di wilayah Sulsel, Sultra hingga Gorontalo
dan sebagainya. Selain itu diperlukan
inovasi-inovasi baru baik dari pembibitan, teknik budidaya hingga panen dan
pasca panen.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa petani di negeri ini
masih menjadi subyek dari pembangunan pertanian, kalaupun menjadi obyek
pembangunan tak lebih dari obyek program proyek-proyek pembangunan sesaat yang
yang tidak berkelanjutan. Nilai tambah
terbesar komoditas pertanian/peternakan sebagian dinikmati oleh
pedagang-pedagang besar yang memanfaatkan fasilitas pemerintah maupun pemodal
besar. Padahal komoditas pertanian ini
adalah komoditas yang menguasai hajat hidup orang banyak dan sangat berpengaruh
terhadap kondisi perekonomian nasional.
Jadi kata kuncinya adalah distribusi komoditas pertanian
membutuhkan manajemen yang terpadu
antar segala lini rantai distribusi dari produsen hingga end user dengan prinsip Pemberdayaan Petani Sebagai Penggerak Ekonomi
Menuju Kedaulatan Pangan sesuai dengan tema HPS tahun ini. Distribusi manfaat dan keuntungan harus
dibuat regulasi yang berpihak pada petani dan bukan pada segelintir pemodal
besar atau bahkan pemodal asing belaka.
Sebagai pelaku ekonomi terbesar di negeri ini sudah selayaknya petani
menikmati bagian keuntungan yang layak dan wajar. Disinilah peran pemerintah dalam membuat
kebijakan regulasi dan fasilitasi pemberdayaan petani sebagai pelaku ekonomi
rakyat. Tidak ada kata lain untuk
menjaga stabilitas nasional pangan adalah Kedaulatan Pangan.
Dukungan Pemerintah hingga Food Estate
Tak tanggung-tanggung dukungan pemerintah dalam bentuk
infrastruktur, pembangunan puluhan bahkan ratusan bendungan di berbagai pelosok
tanah air, dan dukungan mekanisasi pertanian yang modern hingga tumbuhnya food
estate yang sempat mangkrak di masa lalu kini kembali diwujudkan dengan sinergi
antar kementerian baik pertanian, Bappenas, Kelautan dan Perikanan, kementerian
Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan bahkan
hingga kementerian Pertahanan tergabung di dalamnya. Totalitas menghadapi
dampak pandemic covid-19 nampak semakin solid meskipun tak dapat diraih
hasilnya dalam waktu singkat.
Demikian juga dengan terobosan, inovasi teknologi
informasi bidang agraris telah mendorong munculnya pengusaha-pengusaha milenial
yang sebelumnya tak pernah menyentuh dunia pertanian. Sektor pertanian semakin seksi dan berkembang
seiring dengan peluang usaha yang semakin mendunia.
Diperlukan
perhatian dan keseriusan pemerintah untuk berpihak kepada wong cilik agar
kekuatan-kekuatan liberalis yang hanya segelintir golongan dapat dilawan dengan
kekuatan ekonomi rakyat. Pemerintahan
yang bijaksana, regulasi yang pasti, aparat yang bermartabat dan petani yang
mandiri adalah pilar kekuatan ekonomi rakyat sejati. Dengan tema “Tumbuhkan, Pelihara, Lestarikan. Bersama,
Aksi Kita, Masa Depan Kita semakin menumbuhkan tekad kebersamaan bangkit
bersama pertanian menuju Ketahanan Pangan yang kuat di tengah pandemic ini. Semoga
dengan refleksi Hari Pangan Sedunia ini dapat mewujudkan tekad ini ! **
(msholeh10@gmail.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar